Banyak hal yg awalnya tersmbunyi, karena terlalu percaya bahwa smuanya baik2 saja. Tak tau apa maksudnya, takut akan kekecewaan, kekhawatiran membenci yang berlebihan, atau apalah, yang jelas Allah memang punya cara jitu untuk mengungkap segalanya, pada waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat,yuk mari ikhlas :)
Kamis, 10 Desember 2015
Rabu, 09 Desember 2015
Genap 10 Tahun
Desember…wah
wah sudah di penghujung tahun 2015 ni….itu artinya sudah genap 10 tahun saya
pisah dengan orang tua saya. Eits disini bukan berarti pisah yang gimana ya.
Pisah disini , hanya masalah tempat tinggal kok, jauh dari orang tua.
………………………………………………
Semuanya berawal pada tahun 2006,
saya kelahiran 1994, jadi udah bisa ditebak ya berapa usia saya saat itu. Tahun
2006 adalah tahun terakhir kami sekeluarga (bapak, ibuk, kakak feri, dan adek
akbar ) tinggal di bedeng Talang jawa kota Lubuklinggau, di sana lah ku
habiskan masa kecilku yang bila aku kenang kembali adalah masa paling bahagia
dalam hidupku. Sangat sederhana memang kehidupan kami saat itu bila
dibandingkan dengan sekarang. Di bedeng kecil yang hanya berkamar satu itu, Bapakku
masih jadi sopir angkot, ibu dirumah masih jual sayuran, minyak tanah. Tapi
tetap aku bilang masa itu adalah masa paling bahagia dalam hidupku. Dimana aku
masih tinggal bersama mereka, dimana aku masih merasa punya pelindung, tempat berbagi, masih dapat perhatian dan kasih sayang yang utuh. Kami makan bersama-sama, nonton tv bersama, shalat berjamah, kemudian ngaji sama
ibuk bergiliran dengan kakak fery. Setiap pagi sebelum kami berangkat
ke sekolah di masakin sarapan sama ibuk, salim dengan bapak ibuk sambil teriak” PAK
BUK PEGI SAMLEKOM”. Pulang sekolah pun begitu langsung di suruh ganti baju
kemudian makan, sambil ibuku cek buku latihan2 dari tas sekolahku. Bila dapet pontenan
besar , sudah selesai makan aku boleh langsung main, tapi kalau dapet pontenan
kecil di omelin dulu,,,selesei makan harus belajar lagi,,baru dibolehin main. Biasanya
aku langsung main ke rumah IKA, GITA , & NENI.
Mereka adalah sahabat kecilku. Pulang
sekolah pokoknya main, entah itu bajuan, main bor, kucingan, sumputan, main
karet, wayang, kemudian sore hari kami ngaji bareng ahh indah sekali masa itu.
Tak pernah terbayangkan bahwa itu adalah tahun terakhir kebahagiaan
seperti itu. Kami sekeluarga harus pindah ke Petunang, di dusun nenek dari
sebelah bapak. Mungkin saat itu aku masih terlalu kecil untuk tau apa alasan
kami harus pindah. Saat itu aku benar-benar hancur..remuk..bagaimana tidak,
sekolah ku belum selesai, waktu itu aku masih kelas 6 SD masih harus
menyelesaikan ujian sekolah..ujian Nasional, dan yang benar-benar membuat ku
sedih adalah aku di suruh melanjutkan sekolah di dusun.
Akhirnya aku
dititipkan di rumah sahabatku yang paling berjasa dalam hidup ku yang entah di mana
sekarang keberadaannya, namanya “FITRI” aku merindukanmu fit, sungguh :') . Dia sahabatku, dulu kami duduk sebangku,
kami sangat akrab. Setiap hari Fitri main di rumahku sambil menunggu
ibunya jemput. Ibuku dan ibu nya Fitri pun kenal baik, jadi mereka percaya aku
tinggal di rumah Fitri saja untuk sekolah
sampai ujian selesai. Bapak dan ibu pun pindah ke dusun, aku tetap di Lubuklinggau untuk sekolah. Meskipun tinggal di rumah sahabat, tetap
saja masih enak tinggal di rumah sendiri. Disini lah awal kehidupan keras ku
dimulai, mulai belajar hidup jauh dari orang tua, belajar begaimana ketika tinggal di rumah orang lain alias belajar
hidup “numpang”. Aku sering murung..melamun, sebelum tidur sering nangis
diam-diam menahan rindu, dalam tangis itu sedang apa ibuk..sedang apa
bapak..apakah mereka juga merindukan aku, selalu berdoa semoga bisa berkumpul kayak
dulu lagi, semoga bisa pindah ke Lubuklinggau lagi..itulah tak jarang pagi-pagi
mataku suka sembab dan bengkak.
Ujian selesai, akhirnya aku pun
tamat SD dan kakak ku tamat SMP Semuanya semakin rumit untukku, aku sangat
sangat sangat tidak ingin kalau harus bersekolah di dusun, aku mengulang kata
sangat tiga kali. Entahlah saat itu aku sungguh tidak mau sekolah di dusun, waktu
itu mungkin ego ku masih tinggi, aku malu kalau harus melanjutkan sekolah di dusun,
aku tak ingin berpisah dengan sahabatku tapi aku juga tak ingin jauh dari orang
tua. Bapak dan ibu tidak memaksakan kami (aku dan kakakku), pilihan ada di
kami. Kami pun tetap memilih untuk sekolah di Lubuklinggau. Akhirnya kami
nge-KOS berdua. JENG JENGGG JENG…. '‘Penderitaan dimulai”, di usia ku saat itu wajar
saja kalau aku sebut itu adalah penderitaan.
Aku melanjutkan sekolahku di SMPN 3
Lubuklinggau di Megang, sedangkan kami di koskan di Marga mulya. Jarak Marga
mulya ke Megang lumayan jauh, aku harus naik angkot dua kali, sehingga
memaksaku untuk berangkat sangat pagi. Tak kurasakan lagi sarapan masakan ibu dan jujur saja kelas satu Smp dulu aku belum bisa masak, jadi kami berangkat sekolah tak pernah sarapan. Tak ada lagi juga baju sekolah yang rapi siap pakai sewaktu masih sama ibu dulu. Semuanya aku siapkan sendiri, begitupun dengan pakaian kakakku. Kelas 1 SMP adalah masa paling menyedihkan untukku.
Aku sering di ejek, temanku pun sangat sedikit Wana, Intan dan Leli. Aku bukan
tipe orang pendendam hanya saja aku mengingatnya dengan baik siapa yang suka
menyakiti, menghina, menggangguku waktu kelas satu dulu,ahh tak perlulah
disebutkan namanya. Mereka suka mengejekku dengan sebutan “Jengkol” kemudian
mereka nyanyikan seperti ini “ZAINAL ARIFIN JURAGAN JENGKOL” se-geng mereka nyanyi kan itu untukku, mereka
sambil bergendang di meja kelas menyanyikan itu di depan aku. Mata mereka memandangku
seolah aku hina sekali. Sering aku marah ke mereka, berkelahi dengan mereka tapi mereka semua laki-laki, mereka lebih kuat jadi ya ujung-ujungnya waktu itu aku Cuma
bisa nangis. (Alhamdulillah itu hanya terjadi di kelas satu, naik kelas 2 & 3 aku tak satu kelas lagi dengan mereka). Bukan hanya bawa2 nama Bapak. Mereka juga pernah ngeledek Ibuku. Pernah ibuku ke sekolah untuk mengantarkan sesuatu padaku. Pagi itu suasana kelas sedang hening, tiba-tiba ibuku masuk sambil gendong adek Akbar dengan helm (helm kecil mamang ojek jaman dulu itu yang bentuknya kayak mangkok) masih terpasang dikepala ibu. Sungguh kejadian itu jadi bahan ledekan baru bagi mereka.
Aku tak tau apa salah aku dengan mereka,
dosa apa aku ke mereka sehingga mereka menjadikan aku bahan ejekan mereka
setiap hari. Tak ada semangat untuk aku ke sekolah. Pulang sekolah pun juga,
tak ada siapa-siapa di kosan, tiba di kosan masak nasi dan cari lauk untuk
makan, sorenya nyuci baju, nyetrika. Kakakku
pulangnya selalu sore kadangan juga maghrib baru pulang, aku benar-benar
kesepian saat itu. Berbeda dengan mereka yang pulang sekolah ada yang jemput,
sampai rumah langsung makan, ada ibunya…ada bapak, ada ayuk. Punya pr mereka
bisa minta ajarin, ada masalah bisa cerita. Aku sangat iri dengan mereka, yang
ku tau saat itu di kelas itu hanya aku yang sudah nge-kos. Tapi dari sinilah
aku mulai belajar mengatur uang jajan, uang makan, keperluan sekolah dan
pengeluaran lain yang tak terduga. Sesekali bapak ibu jenguk kami di linggau. Wah
wah …aku berasa di datangin malaikat bila mereka datang. Libur sekolah baru
kami mudik ke dusun.
Sampai di dusun aku belum punya
banyak teman, paling tetangga rumah kiri kanan saja. Aku lebih sering diam
di rumah, aku juga tak pandai berbahasa dusun jadi kalau gabung ke mereka aku singkuh. Lebih sedih lagi kalau libur
ataupun lebaran aku tak bisa main ke rumah teman sekolahku, mereka juga tak
mungkin ke rumahku yang jauh dari kota. Dulu aku berpikirnya, oh Tuhan,
kehidupan macam apa yang aku jalani ini ? kenapa kami harus pindah di sini. Saat itu diriku memang belum bisa menerima dengan baik kenyataan itu.
Kos-an ku yang jauh dari sekolah, akhirnya aku ditawarin ibuk untuk tinggal di rumah temannya, yakni tante Ida di Megang.
Tinggal-lah lagi aku di tempat orang, tidak sampai setahun di sana, aku pindah lagi di
tawarin ‘Uwak Sida” untuk tinggal di rumahnya saja, ada yuk Rika dengan suaminya,
ada kak Yanto, kak Aris, mereka semua anak uwak Sida. Aku paling kecil di rumah itu jadi ya kebayang lah
bagaimana aku hidup di sana. Menjelang kelas 3 aku pindah lagi di Megang tempat
“yuk Heri” anak uwak Sida juga hingga tamat SMP.
Singkat cerita, aku melanjutkan sekolah di SMAN 2 Lubuklinggau,
ngekos lagi dengan kakakku sekitar 2 tahun dan kelas 3 nya tinggal di tempat
uwak yang di Marga mulya yang aku panggil “Buk Ade”. Banyak ya aku nyicip
tinggal tempat orang? Mulai dari tempat
Fitri, tante Ida, Uwak Sida, yuk Heri, terakhir tempat Buk Ade. Hehee banyak cerita pahit, manis, asin nya. Tapi dari pengalaman itu, aku banyak
belajar tentang hidup mandiri, menghadapi masalah tanpa orang tua, menyikapi
masalah sendiri, apa-apa sendiri, di marah & di omel orang lain itu beda rasanya kalau dimarah orang tua
sendiri, makan di rumah orang lain beda rasanya makan di rumah sendiri,
teruss…ahh banyak lah suka dukanya.
Selama di dusun, memang ekonomi
keluarga kami membaik di banding di Linggau dulu, Tapi ya ,Bapak Ibu semakin sibuk,
jadi kalau di rumah kami tidak seperti dulu lagi sering kumpul. Keberadaanku di
rumah sendiri hanya saat libur sekolah/kuliah atau libur lebaran begitupun juga
dengan kakakku.
Kini aku memasuki dunia kuliah,
ceilee dunia kuliah (Palembang). Kakakku pun sudah bekerja. Alhamdulillah juga kami sudah punya rumah lagi di Lubuklinggau (perumnas niken).
Dari
awal kuliah hingga sekarang aku nge-kos, gak tinggal tempat siapa-siapa :D
Murni ngekos. Yang ngekos pasti punya cerita suka dukanya masing-masing ya, ada saat-saat
duit makan habis, beras habis, mau beli sesuatu nunggu dikirim, belajar ngirit,
ngutang sayur (sama nenek yang jualan sayur di deket kosan), ah macem-macem ya. Tapi aku sudah tak kaget lagi karena sudah dari SMP aku sudah mulai ngekos. Lumayan cerita buat anak cucu nanti.
Aku berharap suatu saat bila aku sudah berkeluarga dan punya anak; Anak”ku nanti “Untuk sekolah semoga idak
nyicip yang namonyo tinggal tempat wong”. Ibu tahu persis nak nak
bagaimana rasanya hahaa…….tapi itu memang sudah jadi pilihanku sendiri.
Setiap kita pasti punya kisah hidup..kisah sekolah masing-masing, dan inilah cerita
singkat kisah ku dan aku mensyukurinya ya Rabb.
Langganan:
Postingan (Atom)